Kalau kita biasa bermain-main di mailing-list, terutama milis teknis, kita tentunya tahu mengenal jaringan expertise ini. Mungkin penamaannya berbeda, namun pada intinya ialah sekumpulan orang-orang yang paham/ahli pada bidang tertentu. Misalnya bidang Linux. Orang-orang ini berkumpul bersama dengan orang-orang yang memiliki interest yang sama, Linux, dan membentuk mailing-list linux. Bukan itu saja, bisa saja sekumpulan orang ini kemudian melakukan 'temu darat', menerbitkan majalah, dan lain sebagainya ... tujuannya ialah berbagi ilmu dan pengetahuan.
Di dunia bisnis hal ini juga terjadi. Orang-orang dari berbagai cabang suatu perusahaan membentuk suatu jaringan untuk berbagi ilmu dan pengetahuan. Anggotanya bisa seluruhnya berasal dari perusahaan tersebut, namun bisa pula merupakan kombinasi internal dan eksternal.
Berdasarkan hasil penelitian Etienne C Wenger dan William M Snyder (hasil baca buku Harvard Business Review on Organizational Learning hehehe) yang dituangkan dalam makalah Communities of Practice: The Organizational Frontier, bentuk-bentuk seperti ini ternyata bisa memberikan hasil lebih dari berbagi ilmu dan pengetahuan. Menurut Wenger dan Snyder, kegiatan ini ternyata bisa men-drive strategi perusahaan, menimbulkan peluang baru bisnis, menyelesaikan masalah, mempromosikan best practices, mengembangkan kemampuan teknis pesertanya, hingga membantu perusahaan dalam perekrutan tenaga baru maupun dalam menjaga (retain) pegawai yang saat ini bekerja pada perusahaan tersebut.
Di perusahaan saat ini saya bekerja saja kita punya berbagai jaringan ekspertise. Mengenai drilling misalnya, mengenai IS, mengenai document management dan sebagainya.
Satu hal yang menarik menurut Wenger dan Snyder ialah belum banyak perusahaan yang menyadari pentingnya hal ini. Salah satu sebabnya ialah karena memang kegiatan ini tidak mudah dibentuk dan dipertahankan. Mengapa? Karena jaringan ini terbentuk keinginan para pesertanya sendiri, terlepas dari ada tidaknya dukungan manajemen perusahaan.
Sekarang bagaimana suatu perusahaan dapat memanfaatkan jaringan ini secara optimal? Seperti layaknya suatu tanaman, agar tumbuh subur dan menghasilkan buah, perlu dipupuk, diberi air, dan dijaga dari hama tanaman.
Wenger dan Snyder memberikan 3 langkah yang perlu dilakukan untuk mengembangkan jaringan ini, yaitu:
- Mengidentifikasi potensi dan kesulitan yang (akan) muncul
Manajemen harus membantu mengidentifikasi bidang-bidang mana yang kira-kira dapat dikembangkan, memiliki banyak peminat, dan dapat menyumbangkan sesuatu yang signifikan bagi perusahaan.
- Menyediakan infrastruktur yang diperlukan
Ini artinya diperlukan investasi waktu dan biaya untuk membangun dan menyingkirkan halangan yang mungkin muncul.
Perusahaan mungkin harus mengeluarkan biaya-biaya untuk pertemuan darat yang diperlukan di awal pembentukan komunitas ini. Perusahaan juga harus 'merelakan' salah seorang manajernya untuk berperan aktif di masa-masa awal pembentukan komunitas ini.
Cara lain misalnya ialah dengan menyediakan sponsor maupun support team. Tim ini berperan aktif dalam memfasilitasi kegiatan komunitas ini, misalnya dalam bentuk conference, perpustakaan, dan lain-lain.
Perusahaan juga harus memikirkan cara untuk memberikan penghargaan bagi peserta komunitas ini. Bentuknya bisa berupa finansial maupun non-finansial.
- Mengukur hasil (value) dari komunitas ini
Cara terbaik mengukur hasil komunitas ini ialah dengan dengan sistematis mencatat kesuksesan dari komunitas ini. Di beberapa perusahaan, hal ini dilakukan secara rutin. Hasilnya kemudian diumumkan di berbagai media internal.
Inti dari tulisan ini (serius banget yakh ...) ialah jaringan expertise dapat memberikan kontribusi yang besar bagi perusahaan. Namun untuk mendapatkan suatu jaringan expertise yang bisa memberikan kontribusi besar, diperlukan support yang kontinyu dari manajemen perusahaan.
2 comments:
Mungkin, selain tidak menyadari pentingnya jaringan expertise ini, banyak perusahaan, terutama perusahaan kecil-menengah, terbentur pada kasus lama biaya.
Pengalamanku di 2 perusahaan yang berbeda, saat mengajukan usul ini, selalu aja terbentur pada kasus yang satu ini. Alhasil, yang diharapkan perusahaan dari tiap karyawannya adalah seorang karyawan bisa mengerjakan banyak hal yang berbeda sebanyak2x-nya. Apa mungkin karena ini masih terkait dengan hukum dasar ekonomi, yang terimplementasi di alam tak sadar para boss besar: "Dengan biaya sekecil2xnya harus mendapatkan hasil yg sebesar2xnya"?
pemikiran mereka mungkin ialah manusia tidak lebih dari suatu resource yang harus dioptimalkan sebisa mungkin. Lupa die kalau manusia unik dan tidak bisa disamakan satu sama lain begitu saja ...
Atawa lupa pepatah menanam dulu baru menuai ... :-)
Post a Comment